Pasar karbon global diperkirakan mengalami perubahan besar pada 2025. Transaksi kredit karbon antarnegara semakin terhubung, menciptakan peluang baru bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Perkembangan ini didorong oleh kesepakatan dalam konferensi COP29 di Azerbaijan yang menetapkan sistem perdagangan karbon global sebagai bagian dari Pasal 6 Perjanjian Paris.
Indonesia memiliki peran penting dalam pasar karbon global, terutama setelah Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) mulai memfasilitasi perdagangan internasional. Perubahan kebijakan dan perkembangan regulasi akan menjadi faktor utama yang mempengaruhi arah pasar karbon tahun ini.
Brasil sebagai Pusat Perdagangan Karbon Global
Brasil diprediksi menjadi pusat utama perdagangan kredit karbon pada 2025. Hal ini sejalan dengan statusnya sebagai tuan rumah COP30 di Belem, Brasil. Negara ini telah mengesahkan undang-undang tentang pasar karbon pada akhir 2024, dengan implementasi penuh yang direncanakan untuk 2030.
Badan Pengawas PBB yang beranggotakan 12 orang telah dibentuk untuk mengatur sistem perdagangan karbon global berdasarkan Pasal 6.4 Perjanjian Paris. Jika berhasil, Brasil akan memainkan peran utama dalam mekanisme perdagangan karbon global dengan potensi menciptakan 30,5 miliar kredit karbon berbasis alam hingga 2050.
Lonjakan Kontrak Penghapusan Karbon
Tren pembelian kredit karbon mengalami perubahan signifikan. Perusahaan kini lebih memilih kontrak penghapusan karbon dari atmosfer dibandingkan dengan sekadar mengurangi emisi. Tren ini muncul akibat meningkatnya kesadaran terhadap dampak perubahan iklim, termasuk bencana alam yang lebih sering terjadi.
Pada 2024, volume kontrak kredit penghapusan karbon mencapai 7,8 juta ton, meningkat dari 4,5 juta ton pada 2023. Tahun ini, jumlahnya diprediksi akan naik dua kali lipat seiring dengan turunnya biaya dan inovasi dalam mekanisme kontrak. Microsoft menjadi pembeli terbesar dengan 5,1 juta kredit penghapusan karbon, disusul oleh Frontier Fund dan Airbus.
Pajak Karbon Lintas Negara Semakin Ketat
Uni Eropa akan mulai menerapkan pajak karbon lintas batas (Carbon Border Adjustment Mechanism/CBAM) pada 2026. Hal ini mendorong banyak negara untuk mempercepat kebijakan pajak karbon mereka. Indonesia, Vietnam, dan Malaysia tengah mengembangkan pasar karbon dan pajak karbon untuk menghadapi kebijakan tersebut.
Brasil dan India juga diperkirakan akan membuat kemajuan besar dalam regulasi pasar karbon pada 2025. Negara-negara ini perlu menyesuaikan harga karbon mereka agar dapat bersaing di pasar global. BloombergNEF memperkirakan harga karbon Uni Eropa akan mencapai 177 euro per metrik ton CO₂e pada 2035.
Kenaikan Harga Karbon di China
China sedang memperluas cakupan sistem perdagangan emisi (ETS) ke industri baja, aluminium, dan semen. Dengan langkah ini, cakupan ETS China akan meningkat dari 49% menjadi 67% dari total emisi nasional. Biaya dekarbonisasi di sektor ini cukup tinggi, berkisar antara 530 yuan hingga 2.000 yuan per metrik ton.
Regulasi baru dan pengurangan alokasi izin gratis bagi industri akan meningkatkan permintaan izin karbon di pasar. BloombergNEF memprediksi harga karbon di China akan meningkat secara signifikan setelah periode alokasi gratis berakhir pada 2026.
Pasar karbon global akan mengalami banyak perubahan pada 2025. Dengan semakin terhubungnya perdagangan karbon antarnegara, Indonesia harus menyesuaikan strategi agar tetap kompetitif. Peningkatan regulasi di Brasil, China, dan Uni Eropa menjadi faktor penting yang harus diperhatikan.
Indonesia memiliki potensi besar dalam perdagangan karbon, terutama melalui Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon). Pemerintah dan pelaku industri perlu mempersiapkan diri menghadapi dinamika global agar dapat memanfaatkan peluang sekaligus mengurangi dampak dari kebijakan pajak karbon internasional.
Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai pemain utama dalam pasar karbon global yang terus berkembang.