Skip links

ESG sebagai Kunci Daya Saing Investasi Berkelanjutan di Indonesia

Ekonomi Hijau dan Pajak Karbon sebagai Faktor Kompetitif

Investasi berkelanjutan kini menjadi fokus utama di tengah ketidakpastian global dan tekanan transisi energi bersih. Negara-negara yang berhasil menerapkan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) memiliki peluang lebih besar untuk menarik investasi hijau.

Salah satu langkah konkret yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah penerapan pajak karbon Indonesia yang mulai diberlakukan secara bertahap sejak 2022. Pajak ini dikenakan pada perusahaan dengan emisi karbon tinggi guna mendorong transisi menuju energi bersih.

Regulasi ini tidak hanya mengubah cara industri beroperasi, tetapi juga menjadi insentif bagi perusahaan untuk berinvestasi dalam teknologi hijau, seperti panel surya, energi terbarukan, serta sistem efisiensi energi. Selain itu, pajak karbon turut mendorong perubahan dalam strategi bisnis perusahaan, terutama dalam perhitungan biaya produksi dan harga jual.

“Jika kita tidak segera beradaptasi, investasi bisa berpindah ke negara-negara yang lebih ramah lingkungan,” ujar Edi Pambudi, Deputi Kerja Sama Ekonomi dan Investasi Kemenko Perekonomian, dalam acara Kompas 100 Outlook: Investasi Berkelanjutan di dalam Ekosistem Bisnis Global.

Pajak karbon juga diharapkan mampu meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global. Dengan semakin ketatnya regulasi ESG di negara-negara maju, seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat, produk yang dihasilkan dari proses produksi rendah emisi akan lebih diminati. Hal ini membuka peluang besar bagi perusahaan Indonesia untuk memasuki pasar ekspor yang lebih luas.

Perdagangan Karbon Meningkatkan Daya Saing Indonesia

Selain pajak karbon, pemerintah juga mengembangkan perdagangan karbon sebagai strategi menekan emisi. Skema ini memungkinkan perusahaan yang berhasil mengurangi emisi mendapatkan kredit karbon yang bisa diperjualbelikan di pasar.

Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sejak dibuka pada September 2023, perdagangan karbon di Bursa Karbon Indonesia telah mencatat transaksi lebih dari 490 ribu ton karbon dengan nilai lebih dari Rp 29 miliar.

“Perdagangan karbon akan menjadi instrumen penting dalam mendukung target Net Zero Emission (NZE) Indonesia pada 2060,” kata Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Jeffrey Hendrik.

Pemerintah juga telah menerbitkan regulasi mengenai perdagangan karbon di sektor ketenagalistrikan, dengan target perluasan ke industri lain seperti manufaktur, pertambangan, dan transportasi. Kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem bisnis yang lebih berkelanjutan dan menarik lebih banyak investor hijau.

Selain itu, pemerintah sedang menjajaki kerja sama dengan pasar karbon internasional, sehingga perusahaan Indonesia dapat menjual kredit karbon mereka ke pembeli global. Ini akan memberikan insentif tambahan bagi perusahaan untuk berinvestasi dalam proyek-proyek hijau, seperti reforestasi, energi terbarukan, dan teknologi penangkapan karbon (carbon capture and storage).

Dengan berbagai kebijakan ini, Indonesia semakin siap bersaing di panggung global sebagai negara tujuan investasi hijau.

You may also like

Leave a comment